Minggu, 04 Januari 2009

Indonesia Tak Siap Hadapi Krisis Global

Pemerintah dinilai tidak siap menghadapi krisis ekonomi. Steve Hanke, Ekonom Senior dari John Hopkins University mengatakan, kebijakan ekonomi tahun ini tidak konsisten dan tidak realistis. "Indonesia tidak siap menghadapi krisis," katanya dalam kuliah umum di Universitas Pelita Harapan, Tangerang.

Contohnya, pemerintah sudah menurunkan target inflasi menjadi 5 plus minus 1 persen. Namun di sisi lain Bank Indonesia berencana menurunkan tingkat suku bunga acuan. "Target inflasi sudah turun, Bank Indonesia seharusnya tidak berencana menurunkan suku bunga," kata dia. Hanke menyarankan Bank Indonesia menggunakan dana asing yang masuk ke dalam negeri untuk menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Senada dengan itu, Mantan Gubernur Bank Indonesia Adrianus Mooy mengatakan BI rate sebaiknya tetap dipertahankan pada level 8 persen selama beberapa bulan ke depan. Bank Indonesia seharusnya bisa
memanfaatkan momen selisih suku bunga yang cukup besar dengan Bank Sentral "BI sebaiknya serius dengan target inflasi. Stop memikirkan penurunan suku bunga," katanya. Amerika Serikat Federal Reserve, untuk memasukkan aliran dana asing ke Indonesia.
Lebih Lanjut.... »»

Indonesia Minim Jiwa Kepemimpinan

Kurangnya jiwa kepemimpinan menyebabkan krisis ekonomi masih terasa di Indonesia. Selama enam tahun ini, Indonesia masih tertinggal dibandingkan Malaysia, Singapura, Thailand, Korea Selatan, dan negara lain di kawasan Asia.
Negara-negara tersebut sudah mampu keluar dari krisis dan menata ekonominya untuk menyambut permainan globalisasi dan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Penyebab kemajuan mereka, menurut Charlo Mamora, Managing Partner Transforma, karena adanya dukungan dari perusahaan-perusahaan yang dapat menyikapi krisis tersebut dengan arif. Demikian dilaporkan harian Media Indonesia.

"Mereka melakukan penyelarasan pola pikir individu dan pembenahan kepemimpinan top team untuk organisasi. Kedua hal ini adalah yang paling menentukan dan membedakan suatu organisasi akan menjadi pemenang, biasa-biasa saja, atau bahkan punah," katanya di seminar Top Team Leadership di Jakarta baru-baru ini.

Lebih lanjut Charlo mengungkapkan, Jepang berhasil mengejar ketertinggalannya dengan Barat melalui gerakan kualitas, dan Korea mampu bersaing di pasaran internasional dengan program survival atau kuantum.

"Indonesia sebenarnya dapat mengikuti jejak kedua bangsa itu, mengejar ketertinggalan melalui gerakan penyelarasan mindset (mindset alignment movement). Tetapi, selama pejabat pemerintah melihat dirinya sebagai penguasa bukan pelayan masyarakat, selama itu pula perubahan berarti tidak akan terjadi. Selama mentalitas guru melihat dirinya sebagai pengajar, bukan sebagai pendidik, selama itu pula kualitas sumber daya manusia kita tidak akan mengalami perubahan besar," ucapnya.

Begitu juga dalam dunia bisnis. Menurut Charlo, perusahaan sebagai pelaku utama harus meninjau pola pikir yang dianut. Perusahaan harus berani mengubah pola pikir yang merugikan. Untuk itu, ada lima hal yang harus diperhatikan. Pertama, adanya visi yang menantang secara bisnis dan memiliki daya pikat bagi karyawan melalui transformasi komunikasi dari pimpinan. Visi perusahaan tersebut harus melekat di semua jajaran karyawan. Kedua, adanya program kuantum, atau lompatan dari perusahaan untuk mencapai nilai ekonomis yang tinggi.

Ketiga, adanya budaya dan praktik pengembangan talenta. Itu berarti, semua orang diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuannya. Keempat, adanya proses plan-do-check-action (PDCA) yang berjalan pada setiap organ perusahaan dan terintegrasi secara keseluruhan. Kelima, adanya bahasa persatuan kerja dan interaksi dengan pelanggan atau pihak luar organisasi yang dijalani oleh keseluruhan orang dalam organisasi.

Kelima hal itu menurut Charlo membutuhkan tenaga yang luar biasa, tidak cukup lagi hanya dengan seorang CEO yang kuat seperti masa lalu.

Sumber: Gloria Cyber Ministry
Lebih Lanjut.... »»

AS Tak Akan Hentikan Agresi Israel

Obama. yang saat ini tengah berlibur di Hawaii dan akan mulai bekerja pada 20 Januari 2009 nanti, tidak juga mengeluarkan pernyataan publik akan peristiwa ini.


AS mengeluarkan sikap resmi akan penyerangan Israel terhadap Palestina di Jalur Gaza. Negara Paman Sam yang baru saja melangsungkan pemilihan umum dan mempunyai presiden baru itu mendukung serangan Israel, yang pada hari ketiga telah memakan korban 350 orang. AS sama sekali tidak akan menghentikan Israel akan hal ini.

Juru bicara Gedung Putih, Gordon Johndroe mengatakan bahwa AS memahami tindakan Israel sebagai aksi membela diri. Sebaliknya, AS menyalahkan Hamas yang dianggapnya telah memprovokasi Israel.

Baik Obama, yang akan bertugas menjabat Presiden AS mulai 20 Januari 2009, ataupun George W. Bush yang akan segera pensiun dan tengah berlibur di Texas tidak mengeluarkan pernyataan apapun akan serangan ini. (sa/wb)

Smber :http://www.eramuslim.com/berita/dunia

Lebih Lanjut.... »»